Fikri terdiam, ia tak banyak berbicara.
Kata - kata itu benar - benar masuk ke dalam hatinya.
Setidaknya di bawah atap teras asrama pengajar putra, ia bisa membuka bukunya untuk belajar sedikit demi sedikit.
Aku mencoba mencari akal, bagaimana caranya agar keperawanan Lia bisa kudapatkan dan kurasakan.
Tubuhnya tampak meliuk-liuk seperti orang yang sedang keenakan.
Lalu gadis kedua bernama Indah, wajahnya mirip Lia, hidungnya mancung, rambutnya lurus panjang sebahu, agaknya lumayan pendiam, tubuhnya sedikit lebih besar dibandingkan dengan Lia dan Anna, payudaranya sudah sedikit tumbuh, terlihat dari permukaan bajunya yang sedikit membukit, lumayan bisa buat diremas-remas, sebab tanganku sudah lama tidak meremas payudara montok.